Tulisan ini sebagai syarat kegiatan YOUCAN.
IND”ONE”SIA: MIMPIKU UNTUK NEGERIKU
Oleh: Lady Hafidaty Rahma Kautsar
Zamrud Khatulistiwa, demikian elok sebutan untuk Indonesia. Secara filosofis, sebutan ini mempersamakan Indonesia sebagai permata paling berharga di dunia selama ribuan tahun. Batu zamrud merupakan simbol keagungan dan kekuasaan, yang hanya dipakai golongan bangsawan, raja-raja dan pembesar negara. Pesona zamrud, dianggap paling mempesona dikarenakan aura batu yang menciptakan suasana sejuk, aman dan nyaman, serta menjaga kesegaran rohani dan jasmani.
Mempelajari mengenai geografi semasa kuliah di Universitas Indoensia—sebagai anak ibukota Jakarta yang tadinya hanya mengetahui ketidaknyamanan hidup di perkotaan yang penuh dengan kemacetan dan tindak kriminalitas, bahkan masalah lingkungan—membuka mata saya tentang kenyataan yang terjadi di negara kaya-raya ini dari sisi biodiversitas flora dan fauna, panorama, harta karun tambang, maritim, dan agraris. Betapa mengherankan Indonesia yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa ternyata masih menjadi negara berkembang. Alangkah sedihnya saya, begitu tahu ini adalah efek domino pengelolaan kekayaan bangsa yang kurang baik pasca kemerdekaan. Jika pengelolaan, maka kunci utama ialah sumber daya manusia yang mengelola.
"Aku tinggalkan Kekayaan alam Indonesia, biar semua negara besar dunia iri dengan Indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya." (Soekarno)
Sebelum kemerdekaan Belanda, Spanyol, Portugis dan Jepang mengelola kekayaan alam di beberapa wilayah Indonesia mempergunakan teknologi. Diantaranya pembangunan tata kota dan pembangunan desa. Namun karena kurang pahamnya terhadap karakteristik wilayah, rencana kota dan desa dari pemerintahan kolonial tersebut tidak dipertimbangkan lebih lanjut, sehingga mengakibatkan permasalahan baru. Sebagai contoh di Jakarta, pemerintah Belanda sudah membuat rencana kota, tetapi setelah merdeka pemerintah membuat rencana baru yang tidak terintegrasi dengan yang lama. Kasus kecil seperti empang dijadikan perumahan, sehingga menyebabkan banjir karena kurang ada tempat air berkumpul.
Berdasarkan infomasi dari teman saya, di Eropa sendiri, ternyata orang Belanda menganggap Indonesia sebagai negara koloni, bukan dijajah, serta mitra dagang dengan VOC. Keambiguan persepsi di Eropa dan di Indonesia, pada akhirnya memerlukan penuntasan akan permasalahan yang nyata di depan, yaitu kesejahteraan bangsa Indonesia.
Penjangkauan kesejahteraan ini, bukan tanpa alasan. Semenjak Soekarno dikudeta, muncul peraturan berkait Penanaman Modal dan Utang terhadap Modal Asing. Zamrud Khatulistiwa pada akhirnya dikelilingi semut-semut asing. Mindset negara ini masih berpihak sumber dana asing sebagai penuntasan masalah kemiskinan, dengan cara membuat mereka membuat industri yang merekrut tenaga kerja dari Indonesia. Pada akhirnya pengelolaan Indonesia era baru di tangan asing, meskipun pemerintah merdeka yang resmi telah berdiri. Pemerintah menghidupi negara melalui penerimaan negara terutama dari pajak, devisa, dan hutang. Demikianlah siklus pemerintahan ini berdiri.
"Kita
bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak
akan minta-minta, apalagi jika
bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi
merdeka, daripada makan bestik tapi budak."
[Bung Karno, Pidato
HUT Proklamasi]
Cendikiawan, seperti peneliti-peneliti adalah kunci konsep untuk mengembangkan berbagai solusi pembangunan negara. Namun, negara ini kurang dihargai dikarenakan faktor politik (kekuasaan) serta keberpihakan pada pemilik modal. Tidak sedikit rekomendasi yang diberikan ditolak begitu sampai ke pusat. Rakyat pun menjerit karena ketidakberdayaannya. Padahal di negara-negara maju, riset menjadi hal yang utama dan sangat dihargai, sebagai patokan pembangunan.
Zamrud khatulistiwa, sangat disayangkan jika dieksploitasi oleh semut-semut luar, tetapi semut di dalam menderita. Kurang meleknya pada pengetahuan dan teknologi di daerah- daerah Indonesia, dan maraknya konsumerisme akibat masuknya globalisasi, adalah hambatan bangsa untuk maju. Revolusi mental yang didengungkan pun bagaikan formalitas, siapa yang semestinya direvolusikan mental? Pemerintah ataukah masyarakat?
Hal yang perlu dibangun pertama dalam menuntaskan akar permasalahan bangsa Indonesia ialah membangun inventarisasi data fisik data fisik (alam, atau geografi fisik diantaranya data geologi, data hidrologi, data klimatologi, data pedologi, data geomorfologi) dan data sosial (sejarah, ekonomi, politik, dll) masing-masing wilayah Indonesia yang rapi, mudah diakses, serta terproteksi. Tentunya ini tidak mudah, bayangkan wilayah Indonesia luasnya lebih dari setengah Eropa! 34 Provinsi, 486 Kabupaten, 6.793 kecamatan, 81.253 kelurahan, 72.944 desa. Kemudian barulah analisis masalah dari data-data tersebut, serta masalah berdasarkan fakta di lapangan.
Indonesia adalah Macan Asia yang tertidur. Negara berpotensi menjadi negara adidaya. Saya ingin mengabdi dengan cara saya untuk bangsa ini. Menelurkan publikasi-publikasi solusi, dan membuat ahli-ahli geografi potensial, yang nantinya di tempatkan di seluruh Indonesia. Menjadi motor perubahan untuk Ind”ONE”sia. Saya ingin menjadi orang yang didengarkan suaranya guna menuntaskan berbagai permasalahan bangsa. Saya cinta Indonesia. Untuk itulah saya ingin berkunjung dan melakukan pengabdian ke wilayah perbatasan, seperti Natuna, untuk melihat wajah Indonesia dari dekat, serta menjadi bagian dari solusi bangsa.
Saya adalah orang mudah bergaul dengan orang yang baru, senang melakukan sharing informasi, dan membantu orang lain. Saya berharap setelah mengikuti YOUCAN SOCIAL EXPEDITION, saya dapat menginspirasi sekitar saya. Caranya ialah dengan membuat dan mempublikasikan beberapa artikel, memformulasikan konsep untuk pengabdian tim teknis K2N yang rencananya saya lakukan bersama teman-teman saya tahun 2017, serta menceritakan kisah-kisah inspiratif di Natuna ke anak didik saya di bimbel, teman-teman saya, maupun nanti setelah saya menjadi dosen. Sebagai ketua angkatan S2 Geografi UI 2016, saya berharap kisah yang saya bawa dari Pulau Natuna nanti dapat menginspirasi teman-teman saya, sehingga mereka pun dapat menjadi agen perubah bangsa ke arah yang lebih baik lagi.
Comments
Post a Comment