BENANG MERAH UNTUK PEMBANGUNAN KEBERLANJUTAN
Oleh: Lady Hafidaty Rahma Kautsar
Adanya 17 tujuan dan 169 target dalam pembangunan keberlanjutan terlihat menjadi suatu hal yang kompleks dalam agenda pembangunan suatu negara. Kesepakatan dalam naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Dunia yang lebih baik dalam Sustanainable Development Goals (SDGs) merupakan hal ideal, tetapi praktek kehidupan nyatanya hampir tidak seutuhnya terpenuhi.
Analisa benang merah yang dapat ditarik dari SDGs tidak lain ialah “hubungan timbal-balik antara manusia dengan pemenuhan kebutuhannya yang diperoleh dari alam”. Artinya sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. SDGs berarti “keberlanjutan untuk generasi mendatang”, suatu proses terus-menerus yang akan terjadi “bijak” dalam mengelola sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya alamnya (SDA).
Keberadaan variasi karakteristik SDA dan SDM antar negara menyebabkan perbedaan durasi pembangunan yang berkelanjutan. Campurtangan manusia di suatu wilayah, mengubah ruang wilayah tersebut, terutama pada mata pencahariannya. Misalnya, ruang yang tadinya hutan, menjadi perkebunan kelapa sawit, maupun daerah pertanian. Maka, komposisi dan komponen ekosistem di dalamnya pun ikut berubah.
Contoh lain keterkaitan SDA dan SDM, misalnya keterkaitan pencemaran dengan berbagai aspek SDGs. Limbah industri yang dibuang ke sungai, mempengaruhi air di sungai sehingga rusak airnya. Padahal, air sungai mengalir hingga ke laut. Air yang rusak ini mengkontaminasi ekosistem sungai dan laut. Masyarakat sekitar yang hidupnya mengandalkan sungai maupun laut, misalnya nelayan, penambak ikan, harus berhadapan dengan air rusak secara langsung, yang mana air ini merusak ekosistem sungai dan laut. Air sungai, berhubungan dengan sistem air di sekitarnya, sehingga rusaknya air dapat mencemari kandungan ekosistem sekitar, seperti apabila air tersebut meresap ke tanah, lalu mencemari ekosistem lainnya. Pertanian yang mengandalkan air sungai pun ikut rusak atau gagal panen. Akibatnya kemiskinan terjadi karena sulitnya panen ikan maupun panen usaha tani. Harga-harga komoditas terkait pun naik, dan berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dari desa hingga kota. Konsumsi dan produksi keberlanjutan pun kurang terwujud.
Penelusuran keterkaitan ini menjadi penting saat merencanakan pembangunan keberlanjutan di suatu wilayah, yaitu akar masalah utama. Kunci utamanya ialah bagaimana pengelolaan SDM dan SDA, agar berwawasan lingkungan? Konsep Pembangunan Keberlanjutan, apakah benar lingkungan ditaruh di poin akhir setelah ekonomi dan sosial? Tidakkah lingkungan menjadi poin utama, lalu ekonomi dan sosial setelahnya?
Lingkungan berubah secara dinamis terutama di perkotaan daripada pedesaan akibat desakan kebutuhan manusia. Kecepatan perubahan lingkungan, serta desakan kebutuhan manusia dipengaruhi unsur perekonomian, yang dibentuk 7 budaya: (1)bahasa; (2)sistem teknologi; (3)mata pencaharian; (4)organisasi sosial; (5)sistem pengetahuan; (6)religi; (7)kesenian[1]. Perlu ditekankan bahwa orientasi pembangunan berkelanjutan seutuhnya tidak terlepas dari aspek fisik lingkungan “ekosistem” dan aspek sosial “budaya”. Mahzab manusia mengubah lingkungan dominan disini.
Oleh karena itu pola pikir SDM, yang dibentuk unsur budaya, perlu dibenahi. Karena pola pikir inilah yang membentuk perilaku, dan interaksi antar manusia dan manusia dengan lingkungan, sehingga 17 tujuan pembangunan keberlanjutan dapat terpenuhi. Pertanyaannya, bagaimana mengintervensinya sehingga pola pikir SDM dapat berwawasan lingkungan?
Ideologi berwawasan lingkungan merupakan jawaban, yang perlu dimasukkan dalam nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat (individu maupun jamak). Intervensi diantaranya melalui media komunikasi dan informasi, dan pendidikan formal yang praktis dan teoritis dengan strategi-strategi matang.
Comments
Post a Comment