Indonesia Raya, merdeka, merdeka Hiduplah Indonesia Raya.... Sepenggal lagu Indonesia Raya, yang biasanya berkumandang saat apel pagi dari SD, SMP, SMA (kuliah tidak ada lagi, pas kerja pun juga sudah jarang kecuali kalau di pemerintahan). Tak terasa ini sudah hampir 2,5 bulan saya di Kementerian Pertanian. Visi misi yang luarbiasa sempat saya bangun, kala teman dekat saya menanyakan apa yang mau saya lakukan di sini. Saya percaya pertanian Indonesia akan MAJU, MANDIRI, MODERN. Sesuai misi Pak Menteri. 15 hari pertama di unit, saya rajin ke perpustakaan mengorek informasi, dan bertanya pada Kepala Peneliti, tetapi--kecewa saya dapatkan. Kecewa yang berarti saya tidak bisa banyak mengandalkan--untuk berdiskusi disini lebih individual--atau karena saya ini orang baru? Disamping AK dan HKM yang ketat, iklim diskusi disini sebagai perpanjangan tangan atau estafet ilmu jarang adanya (mungkin disini perlu diadakan "Rebo diskusi"). Mengandalkan diri sendiri, berbekal buku karya-kar
( Penghematan Kampanye Besar-Besaran ) Oleh: Lady Hafidaty R. K. “Komunikasi bekerja bagi mereka yang mengusahakannya” (John Powel). Seperti yang kita ketahui bersama bahwa seringkali kampanye pemilihan para pemimpin di Indonesia diusahakan dengan media komunikasi melalui brosur, pamflet, spanduk, baliho, poster. Namun, media komunikasi tersebut memerlukan biaya pencetakan yang cukup besar, mengurangi estetika jalan, bahkan seringkali kurang efektif. Jika berbicara masalah biaya, maka kembali pada prinsip ilmu ekonomi yaitu efektif dan efisien. Efektif artinya dapat membawa hasil yang optimal; dan efisien artinya tepat, yakni tidak membuang waktu, tenaga dan biaya. Mari kita telaah secara spasial mengenai media komunikasi yang ada saat ini. Negara kepulauan Indonesia tersebar dari Sabang sampai Marauke (6 °LU-11°LS dan diantara 95°BT-141°BT) memiliki karakteristik geografi yang beranekaragam, sehingga masyarakat yang tinggal di dalamnya pun juga beranekaragam budaya dan memiliki bahasa