Masih dari buku yang sama seperti yang saya post kali lalu.
Swasembada beras tahun 1984, bukan oleh BUMN / pemaksaan pemerintah, tetapi oleh langkah usaha masyarakat petani itu sendiri yang memanfaatkan insentif dan fasilitas yang diberikan pemerintah dengan sistem perencanaan melalui pasar. Banyak pengalaman berharga diperoleh dalam melaksanaan perencanaan produksi pangan ini. Pejabat Dep.Pertanian maupun pejabat pemerintah daerah cenderung melaporkan angka produksi lebih tinggi dari laporan Biro Pusat Statistik yang mengungkapkan kemerosotan angka produksi tahun yang lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Oleh karenanya, laporan angka produksi beras saling bertentangan, maka Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro meminta kepada semua pejabat pemerintah agar "harga beras pada musim panen" dipakai sebagai indikator tinggi-rendahnya produksi beras di daerah dan bukan "perkiraan jumlah produksi padi dari para pejabat", lebih-lebih lagi apabila ada keengganan pejabat untuk melaporkan "turunnya" produksi beras dibandingkan dengan tahun-tahun lalu.
Ada pula instruksi presiden (Inpres) keuntungan kenaikan harga minyak bumi dan gas untuk program pembangunan desa, yang kemudian berdampak besar pada pengurangan kemiskinan.
**catatan:
Kalau sekarang kemiskinan sepertinya tidak hanya di desa, tapi di kota juga-kah? karena banyak PHK akibat dampak pandemi covid-19, dan UU Cipta Kerja (????)
Comments
Post a Comment