Skip to main content

RUMUSAN Seminar Nasional “Pertanian Ramah Lingkungan (PRL) / Bogor, 29 Mei 2013

Sumber:

BBSDLP. 2013. Prosiding Seminar Nasional “PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN” diterbitkan pada Desember 2013.

Makalah di dalamnya merupakan hasil penelitian, ide-ide, pengalaman, maupun terobosan teknologi di bidang pemupukan dan pemulihan kesuburan tanah dari berbagai Lembaga penelitian. Ada pula terobosan teknologi produksi pupuk, seperti Pupuk Slow Release, pembenah tanah (Soil Conditioner), Pengelolaan hara terpadu, pupuk organik, pupuk mikro konvensional maupun dengan teknologi Nano, enkapsulasi, dsb—sangat diperlukan disaat tersebut (2013)/mungkin sekarang semakin berkembang. Topik pemulihan lahan dibahas aspek ketersediaan lahan subur yang semakin terus menurun dan berbagai terobosan pemulihan lahan terdegradasi.

Adapun rumusan, yang menurut pandangan saya masih relevan (karena mungkin implementasi perbaikannya ke PRL/Pertanian Ramah Lingkungan cukup memakan waktu), ialah sbb:

RUMUSAN
Seminar Nasional “Pertanian Ramah Lingkungan (PRL)”
Bogor, 29 Mei 2013

 

  1. Pertanian Ramah Lingkungan (PRL) merupakan topik yang bersifat dinamik untuk dikaji dan dikembangkan karena terkait langsung dengan sasaran utama Pembangunan pertanian berkelanjutan, khususnya kebutuhan pangan, pakan, energi yang sekaligus mengantisipasi perubahan iklim dan menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Tiga pilar utama “Triple P” tetap menjadi basis sasaran, yaitu plant (produksi), people (ekonomi-sosial), dan planet (sumberdaya dan lingkungan). Untuk itu, beberapa hal fundamental untuk disepakati dan dibakukan adalah terkait dengan konsep Pertanian Ramah Lingkungan, yang mencangkup formula-formula dan landasan pemikiran scientific, serta pemilahan teknologi dan produk serta strategi implementasi, termasuk aspek kelembagaan.
  2. Berbagai definisi PRL telah dikemukakan oleh para pakar dnegan kata kunci produktivitas ekonomi, dan keberlanjutan atau kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Isu dan keberlanjutan  diantaranya adalah masalah pencemaran limbah industri, domestik dan pertambangan, residu agrokimia, penurunan kualitas lahan dan daerah aliran Sungai (DAS). Dimensi isu lingkungan semakin meluas berkaitan dengan perubahan iklim ataupun pemanasan global.
  3. Definisi PRL dibatasi pada sistem pertanian yang mengelola seluruh sumberdaya pertanian dan input usaha tani secara bijak, berbasis inovasi teknologi untuk mencapai peningkatan produksi berkelanjutan, dan secara ekonomi menguntungkan serta diterima secara sosial budaya dan berisiko rendah atau tidak merusak/mengurangi kapasitas sumberdaya dan fungsi lingkungan. Aspek lingkungan yang dimaksud terkait degradasi sumberdaya dan lingkungan, pencemaran sumberdaya dan produk pertanian, dan emisi gas rumah kaca dari aktivitas pertanian. Berdasarkan definisi tersebut PRL terkait pada tiga aspek, yakni biofisik, biotik dan sosial ekonomi, dengan 4 (empat) komponen utama, yakni edafik (tanah), hidrologi (air), atmosfir (udara) dan biologi (tanaman, manusia, Ternak dan lainnya).
  4. Dalam implementasi PRL, pendekatan yang dilakukan mengacu pada enam hal pokok, yang meliputi: 1) memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas tanaman; 2) meningkatkan kesuburan tanah; 3) meningkatkan sekuestrasi dan konservasi karbon; 4) mengurangi/menurunkan emisi gas rumah kaca; 5) bersifat clean run-off, dan 6) diversifikasi dan penghematan energi dan air.

Implementasi PRL pada Ekosistem Lahan Sawah

  1. Ketahanan pangan nasional sangat bergantung kepada produksi beras dari lahan sawah. Dengan luas sawah tahun 2012 sekitar +7,666 juta ha, sebagian besar telah dibudidayakan dalam jangka waktu panjang dengan intensitas pertanaman yang cukup tinggi dari IP 1,5 hingga 3,0. Kondisi ini meningkatkan produksi dan juga menimbulkan permasalahan, diantaranya penurunan kualitas lahan, ketersediaan air, berkembangnya hama penyakit, alih fungsi lahan.
  2. Penurunan kualitas lahan ditandai dengan perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, baik yang diakibatkan oleh pengolahan tanah pada kedalaman 20 cm secara terus-menerus, penggunaan pupuk yang tidak tepat, seperti terlalu rendah, tidak seimbang, dan atau bahkan berlebihan, dan penggunaan pestisida secara tidak bijaksana. Pemupukan yang tidak seimbang menyebabkan tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Tidak hanya itu, lahan persawahan juga berpotensi mendapat sumber bahan perusak atau bahan pencemar dari air irigasi yang berada di sekitar aliran Sungai tercemar oleh limbah industri, seperti Na, Pb, Cd, Cu, dan bahan pencemar lainnya. Selain itu, terdapat sawah yang terindikasi tercemar Hg (merkuri) pada sawah di sekitar DAS yang diirigasi dari aktivitas penambang emas.
  3. Permasalahan pada sistem padi sawah yang tidak memperhatikan aspek kesehatan, lingkungan dan kelestarian dapat ditanggulangi dengan memonitor kualitas tanah secara periodik. Tidak hanya masalah kualitas tetapi produktivitas lahan juga ditingkatkan dengan penggunaan teknologi yang telah ada seperti Pengelolaan hara terpadu, menggunakan saprodi yang berkualitas dan bijaksana, dan Pengelolaan dan ketersediaan air dengan kalender tanam (KATAM). Perbaikan rekomendasi pemupukan, penggunaan varitas unggul, pengaturan tinggi air selain dapat meningkatkan efisiensi pemupukan juga dapat menekan emisi gas rumah kaca. Demikian juga dengan penggunaan biochar dan ameliorant berfungsi membenahi tanah dengan meningkatkan kualitas fisik dan menurunkan emisi gas rumah kaca.

Implementasi PRL pada ekosistem lahan kering

  1. Lahan kering merupakan salah satu lahan yang berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka menambah produksi pangan nasional. Pada dasarnya lahan kering merupakan bagian masa depan pertanian dan kekuatan ekonomi pedesaan Indonesia. Lahan kering untuk menopang produksi pangan perlu mendapat perhatian sepenuhnya. Namun, disisi lain, lahan kering mempunyai tingkat kesuburan yang rendah dibandingkan lahan sawah dan lahan tadah hujan. Hal ini disebabkan oleh daya menyerap dan menahan air yang rendah dan juga rendahnya ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman;
  2. Permasalahan utama pada lahan kering adalah terbatasnya ketersediaan air. Curah hujan yang rendah serta distribusinya yang tidak merata merupakan ciri pada lahan kering disertasi jangka waktu kering yang relatif lama. Erosi dan longsor juga merupakan masalah pada lahan kering. Selain itu, pemupukan anorganik dan organik yang berlebihan khususnya pada lahan kering sayuran dataran tinggi, serta pemupukan N yang tinggi dan tidak seimbang pada lahan kering dengan komoditas palawija juga merupakan permaslahan yang sering terjadi di lahan kering. Peternakan pada lahan kering di sisi lain juga dapat menimbulkan masalah emisi gas rumah kaca berupa gas metan.
  3. Untuk mengatasi masalah keterbatasan air pada lahan kering adalah dengan pembuatan embung yang dapat memanen air pada musim hujan, sehingga dapat dimanfaatkan pada saat terjadi kekurangan air. Teknik konservasi tanah, serta sistem vegetasi dapat diterapkan untuk mengatasi erosi dan longsor, khususnya pada dataran tinggi. Oleh karena itu, Identifikasi dan pemetaan wilayah rawan erosi perlu dilakukan untuk mengetahui sebaran dan tingkat kerawanannya. Rendahnya produktivitas dapat ditingkatkan dengan pupuk anorganik dan pupuk organik (pupuk hayati, POG/POC dan bahan organik). Selain itu, aplikasi mulsa dan pembenah tanah, seperti biochar dapat memperbaiki sifat fisik dan meningkatkan kualitas tanah pada lahan kering.
  4. Dari segi sumberdaya lahan, hampir 50% lahan pertanian Indonesia adalah lahan kering yang potensial dimanfaatkan untuk produksi pangan nasional. Potensi lahan kering ini perlu digali dan diketahui sebarannya. Evaluasi dan karakterisasi lahan perlu dilakukan untuk pengembangan komoditas di lahan kering. Integrasi Ternak dan tanaman pada lahan kering berpotensi memberikan keuntungan apabila dikelola dengan baik dan disesuaikan dengan agro-ekosistem, serta sistem usahatani yang diterapkan petani. Kehati-hatian menerapkan teknologi, serta menjaga keseimbangan antara penyediaan hijauan pakan Ternak berupa kompos akan menjamin keberlanjutan sistem integrasi tanaman Ternak. Selain itu, cara ini akan memberikan keuntungan bagi petani yang menerapkannya serta menjaga kelestarian lingkungan. Dalam hal efisiensi pemanfaatan lahan kering, beberapa teknik dan teknologi konservasi tanah dan air perlu diterapkan, sehingga produktivitas dapat ditingkatkan dan risiko kegagalan panen dapat diperkecil.

Implementasi PRL pada Ekosistem Lahan Rawa

  1. Lahan rawa merupakan lahan sub-optimal, namun berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai area ekstensifikasi maupun intensifikasi pertanian. Potensi lahan rawa untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian cukup luas, yakni sekitar 3,52% dari total luasan lahan rawa di Indonesia (33,4 juta ha). Pengelolaan lahan rawa yang tepat dapat memberikan kontribusi nyata terhadap ketahanan pangan Indonesia. Namun, seiring dengan semakin menurunnya kualitas tanah dan lingkungan, diperlukan Upaya Pengelolaan lahan rawa secara bijak (wise use) dengan  berlandaskan pada keberlanjutan yang aman bagi lingkungan;
  2. Lahan rawa yang terdiri dari lahan gambut, sulfat masam dan lebak mempunyai kendala yang berbeda-beda, tergantung dari jenis tanahnya. Masalah lingkungan pada Pengelolaan lahan rawa yang seringkali muncul adalah pada lahan gambut. Persiapan lahan gambut yang tidak benar seringkali memicu terjadinya kebakaran lahan yang dapat menimbulkan dampak kerusakan lahan dan ekosistem, serta emisi CO2. Padahal lahan gambut sebagai ekosistem merupakan bagian dari ekosistem lokal, regional dan global. Sebagai bagian ekosistem lokal terkait dengan karakteristik fisik, kimia, biologi gambut pada daerah tertentu. Fungsi gambut dalam sequestrasi (pememdaman) karbon dan pendauran air menjadikan lahan gambut sebagai bagian dari ekosistem lingkungan regional-global. Dampak pengembangan lahan gambut yang tidak benar tidak hanya dapat mengenai gambut itu sendiri, tetapi juga lingkungan secara luas.
  3. Keberhasilan pertanian di lahan rawa ditentukan oleh Pengelolaan air. Pengelolaan air di lahan rawa dimaksudkan untuk membuang kelebihan air pada saat pasang atau hujan deras, dan mengkonservasi air pada musim kemarau. Selain itu, Pengelolaan air juga dimaksudkan untuk mencuci unsur-unsur beracun sebagai hasil dekomposisi bahan organik atau akibat peristiwa reduksi oksidasi. Maka pengelolaan air yang baik akan memperbaiki sifat tanah. Namun, upaya pengelolaan air ini dapat mengakibatkan kondisi aerobik dan anaerobic (oksidasi dan reduksi). Kedua kondisi ini berperan dalam pembentukan emisi CO2 dan CH4. Pengeringan lahan gambut mengakibatkan dekomposisi aerobic yang cepat dari bahan organik dan mengakibatkan terbentuknya emisi karbondioksida (CO2), sedangkan penggenangan lahan mengakibatkan terbentuknya emisi metana (CH4).
  4. Beberapa teknologi lahan rawa yang ramah lingkungan, antara lain Pemanfaatan Gulma Rawa untuk meningkatkan kualitas air masuk dalam petakan maupun air buangan (drainase), pemanfaatan ameliorant (kapur, dolomit, terak baja, tanah laterit, bahan organik kualitas tinggi) untuk peningkatan kualitas lahan dan menekan emisi, dan teknologi pemupukan (Pengelolaan hara terpadu organik-anorganik) yang tepat tempat, waktu, jumlah dan mutu.
  5. Pemanfaatan lahan rawa ke depan sudah seharusnya memperhatikan aspek-aspek lingkungan terutama untuk menekan emisi GRK, memperbaiki kualitas air bungan, mengurangi residu pestisida, serta kelestarian sumberdaya tanah dan air di lahan rawa. Diperlukan beberapa teknologi Pengelolaan lahan serta informasi guna mewujudkan sistem pertanian di lahan rawa, antara lain: teknologi Pengelolaan lahan gambut, pengembangan model prediksi karbon, model Surjan untuk Pengelolaan adaptif, prediksi curah hujan dalam mendukung katam rawa.

Dukungan Teknologi dalam Penerapan Pertanian Ramah Lingkungan

  1. Dalam pelaksanaan PRL sangat terkait dengan masalah sumberdaya lahan, seperti kegiatan Identifikasi dan evaluasi potensi sumberdaya lahan menghasilkan pewilayahan komoditas berdasarkan zona agroekologi dengan pendekatan agroekosistem yang melalui proses kegiatan evaluasi lahan dengan memperhatikan tingkat produktivitas dan ekonomi, serta faktor kelestarian lingkungan dengan memperhatikan aspek Pengendalian hama penyakit dengan kearifan lokal, pemanfaatan biota tanah unuk meningkatkan produktivitas lahan.
  2. Mendudukkan kembali peran lahan pertanian sebagai penyokong ketahanan pangan yang utama secara Lestari harus mulai diimplementasikan secara bersama melaui sistem Pertanian Ramah Lingkungan. Badan Litbang Pertanian telah mengaplikasikan PRL dalam bentuk SRI, PTT, ICEF, Pertanian Organik, SPTLKIK, SIAGA, ICCTF dan SWAPS. Diharapkan penerapan PRL dapat dilakukan secara menyeluruh dengan mengacu pada 6 (enam) kunci pokok yang disebutkan di atas secara konsisten dan terintegrasi, tanpa melupakan aspek sosial kepada petani dan lingkungan, serta evaluasi dan monitoring pelaksanaannya.

 

Bogor, 29 Mei 2013

Tim Perumus

Dr. Edi Husen, M.Sc.

Dr. Chendy Tafakresnanto

Dr. Erna Suryani

Dr. Woro Estiningtyas

Dr. Eni Maftu’ah

Sri Wahyuni, SP

Dr. Ladiyani R. Widowati, M.Sc.

Dr. Yiyi Sulaeman, M.Sc.

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Mendapatkan data geografi?

Jawabannya adalah data geografi dapat diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada jenis data yang dibutuhkan dan tujuan Anda. (Menurut saya, Analisis seseorang bisa dibilang semakin kuat, apabila data/informasi yang didapatkan akurat & lengkap dan dapat menganalisisnya sesuai dengan tujuan, dan akan lebih baik lagi dengan berbagai sudut pandang) Pada umumnya, terbagi data primer dan data sekunder, antara lain: 1. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung (ke lapangan), biasanya untuk validasi atau kroscek data sekunder. 2. a. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak kedua, dst. Perlu dikroscek.  2.b. Menurut hemat saya, data geografi pun dapat diperoleh melalui mix sekunder maupun primer. Beberapa penyedia data antara lain: Pemerintah : Banyak pemerintah memiliki badan atau lembaga yang mengumpulkan, mengelola, dan menyediakan data geografi. Misalnya, di banyak negara, badan survei atau badan statistik nasional biasanya menyediakan data geospa...

"The Influence of PT Natarang Mining's Gold Mining Activities on Population Livelihood Patterns"

"The Influence of PT Natarang Mining's Gold Mining Activities on Population Livelihood Patterns"   By: LHR Kautsar   Indonesia is threatened! The country of the world's lungs has now turned into the fastest destructive country in the world! That's what the Guinness Book of Records revealed. Based on forest cover mapping by the Indonesian government assisted by the World Bank (2000), there was an increase in the rate of deforestation from 1.7 million Ha/year (1985-1997), to 2.83 Ha/year (1997-2000), continuing to 15.15 million Ha/year (2000-2009). This change in forest "cover" is caused by human activity. Starting from illegal logging, land clearing due to the emergence of industry, forest conversion to agriculture, plantations to land clearing or conversion of forests for the mining industry. Yes, almost all mines in Indonesia cut down forests to set up mining businesses, and this then has an impact on the environment. It is fate that eve...

Sekilas Pertanian Presisi di Kanada dan Amerika Serikat (US) yang Bagaikan Science-Fiction!

Source from: https://earthobservatory.nasa.gov/features/PrecisionFarming   Imagine you are a farmer riding along in your 50,000-acre wheat field early in the growing season. You push a button on your tractor to turn on its Global Positioning System (GPS) monitor, which pinpoints your exact location to within one meter. Touching another button, you display a series of Geographical Information System (GIS) maps that show where the soil in your field is moist, where the soil eroded over the winter, and where there are factors within the soil that limit crop growth. Next, you upload remote sensing data, collected just yesterday, that shows where your budding new crop is already thriving and areas where it isn’t. You hit SEND to upload these data into an onboard machine that automatically regulates the application of fertilizer and pesticides—just the right amount and exactly where the chemicals are needed. You sit back and enjoy the ride, saving money as the machines do most of ...